Kubuka kedua mataku
dengan jerih payah yang sangat keras agar dapat menikmati pagi ini. Aroma pagi
hari yang begitu harum di cuping hidungku di tiap hela nafasku, sangat
kurindukan. Kicauan burung pun menambah kehangatan tersendiri di pagi hari yang
indah ini. Udara yang begitu dingin namun sejuk pun dapat membawaku ke dalam
dimensi yang tak dapat kugambarkan atau kutorehkan dalam tiap tulisanku. Ya...
itulah pagi hariku. Pagi hari yang selalu kunantikan.
Tak lupa, ada segelas susu panas yang selalu menemani kesendirianku di tiap pagi hari yang indah ini.
Selalu...
Seorang perempuan paruh
baya yang begitu cantik selalu memberiku susu panas dikala kuterbangun dalam
lamunan mimpiku, ya... pada pagi hari tentunya. Hingga saat ini meminum
segelas susu panas menjadi suatu aktivitas yang harus kulakukan ketika ku
bangun pada pagi hari. Hangat yang kurasakan di tiap tegukan. Segelas susu
panas dengan begitu banyak manfaat yang kubutuhkan serta kehangatan yang
kurasakan, benar-benar membuatku tidak ingin melewatkan masa dimana matahari
mulai muncul menunjukkan dirinya di semesta ini.
Seiring dengan
perjalanan hidupku, yang entah dapat kugambarkan seperti apa dan tidak dapat
kukatakan dengan gamblangnya. Aku menemukan minuman baru dalam kehidupanku.
Pahit. Asam. Entah dari mana para pria menilai minuman ini sangat... nikmat.
Kopi... ya kopi.
Aku berkhianat pada
segelas susu panas, yang selama ini telah menemani pagi ku dan kesendirianku.
Minuman yang baru kutemukan dan kurasakan ini begitu pahit, namun aku menikmatinya.
Sangat jauh berbeda dengan secangkir susu panas yang begitu manis, dan
menyehatkan.
Sekarang, secangkir kopi
panas dapat menghilangkan segala penat yang berada di dalam tempurung kepala ku
yang memiliki volume otak begitu kecil ini. Dan dapat menemani kesendirianku di
pagi hari. Aku sangat menikmatinya. Aroma nya yang begitu kuat, dan menimbulkan
kesan tersendiri ketika ku meminumnya di tiap tegukan. Begitu banyak cita rasa
yang ia ciptakan dalam mulutku, di bibirku hingga kerongkonganku. Tidak seperti
segelas susu, yang ya... manis. Hanya manis.
Suatu pagi, mata ku
terbuka menatap langit biru yang begitu indah, dan tertuju pada sudut ruang
kamarku. Kopi dan susu... Sudah sekian lama aku meninggalkan aktivitas ku
meminum segelas susu panas di pagi hari. Aku rindu, aku rindu akan manisnya
susu panas di pagi hari. Namun secangkir kopi panas, begitu menggodaku. Sensasi
yang selalu ia ciptakan muncul dalam rongga di mulutku. Dan... tertegun. Ya
hanya itu yang ku lakukan. Aku hanya ingin menikmati pagi hariku. Aku hanya
ingin menikmati beberapa teguk minuman panas yang dapat menghangatkan hariku.
Hanya itu. Aku mencintai kedua minuman ini. Aku membutuhkan segelas susu
panas. Aku menikmati secangkir kopi panas.
Uno. Sebuah permainan yang
sempat mengalihkan dunia ku dari bisingnya ibukota dan sesaknya ilmu
pengetahuan. Dalam permainan ini membutuhkan banyak pemain yang memang harus
merelakan waktu mereka agar dapat benar-benar menikmati alur permainan ini.
Begitu banyak otak-otak pintar berkutat dengan berbagai strategi, ya.... pintar
dalam hal seperti ini, bermain kartu. Masing-masing kepala memiliki strategi
yang berbeda dan memiliki tujuan yang berbeda pula, ya! Itu jelas sekali
terlihat, ingin menang, kalah ataupun hanya ingin tertawa. Benar-benar tujuan
yang berbeda.
Dan ya.... Cinta! Permainan
yang sangat mengasyikan tidak kalah seru dengan Uno. Aturan permainan ini sama
dengan jenis kartu yang satu itu. Membutuhkan lebih dari satu pemain, biasanya
permainan ini dimainkan oleh dua orang. Namun kadang ada juga yang memainkannya
dengan jumlah pemain yang sangat banyak. Entah mereka memang ingin memainkan
secara bersama atau memang karena ketertarikan tersendiri untuk mengikuti alur
permainan yang telah dimulai terlebih dulu dan merasa tertantang untuk
mengikuti sisa permainan, ya... dengan maksud dan tujuan yang berbeda tentunya.
Strategi. Mendengar kata tersebut, strategi... ya masing-masing pun memiliki strategi dalam memainkan permainan ini. Namun kadang menurut beberapa pemain, strategi bukanlah hal penting. Tentu dengan argumen kuat, mereka menjelaskan mengapa strategi tidaklah penting dalam permainan ini. Ya itu jelas, dalam permainan ini terdapat satu elemen yang cukup penting, biasa disebut dengan Perasaan. Dalam menggunakan perasaan ini, untuk apa pemain menggunakan strategi dalam menjalankannya, ikuti alur dan nikmatilah! Disini pun tidak sedikit yang menginginkan kemenangan, kekalahan hingga hanya cukup ingin tertawa. Sama-sama mengasyikan dengan Uno, bukan? Namun ini lebih menegangkan. Kadang pemain rela mengeluarkan beberapa cucuran air sebagai reaksi yang ditimbulkan dalam alur permainan. Tidak hanya pada akhir namun pada saat proses memainkan alur pun hal tersebut terjadi. Seru! Ya itulah yang membuat permainan ini terlalu seru. Bukan hanya kalangan remaja yang memainkannya, s e m u a! ha!
Dalam Uno. Para pemain
memperjuangkan satu kata sebagai hasil akhir yaitu UNO! Sebagai bumbu yang
menambah nikmatnya permainan ini. Masing-masing berlomba agar dapat
mengeluarkan kata tersebut. Ya... jika anda terlambat, maka anda akan
tertinggal. Tidak kalah ataupun tidak menang. Hanya tertinggal.
Samakah paragraph
terakhir tentang Uno itu dengan Cinta? Mainkan dan nikmatilah :)
Life's
not about being mainstream or non-mainstream.
Just be yourself and never be
embarrassed about something [or someone] you like.
Seperti menari di atas
sebuah roda... Aku tertawa dan bersenandung menikmati alunan lagu yang
kusenandungkan. Pelan, bahkan hampir tidak terdengar. Hanya aku di atas sebuah
roda. Hanya aku yang mendengar senandung lagu ini, ya... tentu bersama roda
yang menemani gelak tawaku di atas jalan yang sedikit berbatu. Berbatu? Ya,
sedikit berbatu. Di jalan setapak yang sedikit berbatu ini, aku menikmati tiap
gelak tawaku, senandungku hingga keseimbangan dalam mengendalikan roda ku.
Jalan setapak ini
memberi warna tersendiri dalam lajuku mengendarai rodaku. Kupandang ke depan,
sedikit berbatu tanpa kelokan tajam kulalui senandungku di atas rodaku.
Apakah akan terus
kulalui jalan setapak ini di atas rodaku dengan penuh keseimbangan?
Apakah jalan setapak ini
memang sedikit berbatu tanpa adanya jurang yang dapat menghentikanku
mengendarai rodaku atau mungkin jatuh terhempas ke dalamnya?
Apakah tetap tanpa
kelokan kan ku lalui jalanku di atas rodaku?
Tertawa dan bersenandung
di atas rodaku. Selalu. Semoga.
01.05
pagi
Kuusap
perutku yang tak jelas seperti apa bentuknya, bulat tidak, oval juga tidak
bahkan datar seperti layaknya perut para pesolek yang sering tampil dalam box
berwarna pun... hhh tidak. Hingga kucari dan kubandingkan dengan semua benda
mati yang berbentuk... apapun bentuk benda itu... tetap tidak ada yang dapat
menggambarkan bentuk dari perutku ini. Seperti biasa, bukan suara ayam atau
suara jam weker yang kudengar saat ini, melainkan hingar bingar dari berbagai
orang yang melakukan aktivitas untuk bertahan hidup di kota yang megah ini.
Kuregangkan semua otot yang ada dalam tubuhku, tidak terburu-buru tentunya,
karena ya... ini adalah hari liburku, hari dimana aku melepaskan semua beban
pikiran tentang pendidikanku, meski aku masih belum tahu hasil dari kerja
kerasku mengais-ngais angka yang bagiku kurang begitu penting, hahaha tapi
penting untuk mengikuti ajang meningkatkan status sosialku (katanya), dan untuk
membuat bangga para pahlawanku yang merawat serta membimbingku sedari kecil.
Ya, mereka adalah orang tuaku.
Sunyi,
bagiku. Hanya suara para penghibur dan roda berjalan yang kudengar hari ini, ya
ya ya, aku baru ingat hari libur ini hanya berlaku bagiku, tidak untuk yang
lain. Kulihat ruangan ini, hanya ada secercah kebahagiaan yang tersirat dan itupun
dari diriku yang berkaca pada cermin hanya untuk hari liburku. Dan ketika
kulihat sesosok bocah itu di cermin, aku menerawang, menerka, mengomentari
diriku sendiri. Terlahir sebagai anak pertama, kadang memaksaku untuk berpikir
dan bersikap dewasa dalam hal apapun. Ya seperti ketika aku dikondisikan dalam
keadaan yang seperti ini, dimana segalanya menjadi begitu rumit. Untuk
lingkungan sekitarku, umurku masih tergolong remaja, yang masih suka mencoba
sesuatu yang baru, dan tak tahu kemana arah yang akan kita tuju. Banyak
orang-orang disekitarku berpendapat bahwa permasalahan yang dihadapi oleh
remaja seusiaku hanyalah cinta, pertemanan dan pendidikan. Tentu tidak untukku,
selama ini aku selalu menebarkan keluh kesahku tentang kisah asmara, begitu
antusias dalam drama cinta itu, tapi itu hanyalah “aku” sebatas remaja pada
umumnya.
Kadang
kuhempaskan tawa layaknya aku hanya seorang remaja yang gila akan pesta. Kadang
aku menangis, meraung-raung bagai bayi yang baru datang ke dunia ini. Dan
kadang aku merenung, meratapi kehidupanku seperti ibu-ibu tua pada umumnya yang
memikirkan kehidupanku serta keluargaku, hari ini makan apa atau tentang ongkos
anak sekolah. Inilah aku! Aku hanya manusia biasa yang ingin mencoba berbagai
strata dalam kehidupan! Aku ingin tertawa, menangis, merenung... aku ingin
susah, aku ingin senang! Aku ingin kaya! Akupun ingin miskin! Namun satu hal
yang pasti selalu ku idam-idamkan, AKU INGIN BAHAGIA! Semua orang yang
mendengar kata itu hanya tertawa, bertanya... apa konsep bahagia yang kuinginkan?
Dengan keberanian dan sedikit rasa sok tahu, ku jawab dengan lantang “yang
penting aku bahagia apapun bentuknya!”
Dalam
ruangan ini, aku tak tahu dipandang seperti apa. Apakah aku si anak ingusan?
Ataukah aku si perempuan dewasa? Aku yakin aku takkan pernah tahu siapa aku
dalam pandangan mereka.
Sang
surya sudah mulai letih melaksanakan tugasnya, kini mega berubah menjadi sosok
yang anggun bermandikan campuran warna-warna yang bertabrakan namun aduhai
indahnya. Tersadar aku telah dibius dengan keindahannya, kini kulanjutkan lagi
kehidupanku yang datar ini. Aku menginginkan banyak hal, sebagai remaja aku
jauh lebih memilih keinginanku dibanding kebutuhanku. Persetan dengan pepatah
yang menyatakan kebutuhan harus didahulukan, sedangkan keinginan... ya... sebaliknya.
Karena aku hanya seorang remaja! Dadaku sesak ketika aku melontarkan kalimat
itu, pipiku tertampar, rasanya semua organ yang ada dalam tubuhku ingin keluar.
Karena tak mungkin aku mendapatkan semua yang kuinginkan. Disini aku berperang
melawan keegoisanku, aku harus bersikap dewasa. Aku harus mengerti apa yang
sedang melanda ruangan ini. Aku harus, aku harus, harus bisa berpura-pura tidak
memiliki keinginan. Menyiasatinya dengan tertawa dan tidak meminta apa-apa.
Kondisi
ini yang kutakutkan, aku memilih diam. Dan ya, aku memilih diam. Aku tidak
ingin menyakiti siapapun. Aku tidak ingin melukai hati para pahlawanku. Tapi
aku hanya seorang remaja yang terlahir sebagai anak pertama dan dipaksa oleh
keadaan untuk bersikap dewasa. Itulah aku. Dengan diam aku ingin mereka tahu
bahwa aku seorang remaja yang memiliki banyak keinginan. Terkutuklah aku jika
aku terus seperti itu. Berdiri di atas keegoisanku. Diam di dalam
kemunafikanku. Aku muak. Aku jijik dengan keadaan yang seperti ini. Berada diantara
dua sisi kehidupan.
Hingga
akhirnya, aku tetap seperti ini. Seorang bocah yang menggerakan jari jemarinya
di atas papan ketik berlagak seperti layaknya perempuan dewasa, bingung akan
keputusanku untuk menjadi apa diesok hari…
Seperti biasa, bukan suara ayam atau suara jam weker yang
kudengar saat ini, melainkan hingar bingar dari berbagai orang yang melakukan
aktivitas untuk bertahan hidup di kota yang megah ini.
Tanpa pacar disisi, namun sahabat setia menemani
Tanpa hadiah berlimpah, namun kasih sayang tetap tak terhingga
Tanpa pesta meriah, namun keceriaan datang dari segala arah
Tanpa pemberitahuan sebelumnya, namun momentum selalu ada
Tanpa hura-hura ala anak Jakarta, namun suasana hikmat tetap terlaksana
21 tahun bukanlah waktu yang singkat untuk memahami segala hal yang
pernah terjadi
Selamat datang wahai perempuan dewasa
Jadikanlah 21 ini sebagai kisah awal yang akan kau torehkan selanjutnya
Dalam lembaran kertas putih di dalam kehidupanmu...
Dalam lembaran kertas putih di dalam kehidupanmu...
"Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang" tidak sedikit orang
yang menggunakan jargon ini dalam keseharian mereka. Seperti Pandora, gadis
cilik bermata besar yang berparas cantik ini. Di dalam tawanya banyak orang
menilai hampir tidak ada kesedihan bersemayam dijiwa gadis cilik yang terkenal
dengan tawanya itu. Memposisikan dalam keadaan gentingpun sering ia lakoni,
tertawa untuk berbagi lah alasannya melakukan hal tersebut. Ya... Pandora
hanyalah seorang gadis cilik, yang belum begitu mengetahui apakah arti dalam
peran yang ia mainkan selama ini. Namun yang ia tahu hanyalah tertawa, tertawa
dan tertawa. Memberikan tawa kesekelilingnya untuk mendapatkan tawa itu kembali
hanyalah hal yang ia inginkan.
Tertawalah untuk berbagi :)